Surabaya, mojokerto.disway.id - Young Budhhist Association dan Ecoton melepaskan ribuan jenis satwa di Wisata Kebun Raya Mangrove Gunung Anyar, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (9/12/2023). Mereka melakukan hal ini demi menjaga ekosistem hayati, khususnya di kawasan mangrove terbesar di pulau Jawa dan juga untuk melestarikan Tradisi Fang Sheng merupakan salah satu tradisi agama Buddha.
Mereka juga menggandeng sejumlah elemen masyarakat lainnya, mulai dari Jaringan Gusdurian, Samanera dan Atthasilani dari Padepokan Dhammadipa Arama Batu, sejumlah mahasiswa unit kegiatan kerohanian agama Buddha berbagai universitas di Surabaya, mahasiswa studi agama dan umat berbagai vihara dari Surabaya.
Secara beriringan, para muda-mudi Buddhis bersama berbagai elemen masyarakat itu menaiki kapal nelayan setempat untuk melepaskan ribuan ikan ke muara Mangrove Gunung Anyar.
Seusai pelepasan ikan, Herman Pranata, salah satu panitia Fangsheng dari Young Budhhist Association, menjelaskan bahwa ribuan satwa air dilepas itu diantaranya ikan lele, gabus, belut, biawak, dan kepiting.
“Satwa ini didapatkan dan dibeli dari berbagai suplier dari berbagai supermarket, pasar dan restoran-restoran yang menjual seafood hidup yang ada di Kota Surabaya dan sekitarnya,” kata Herman.
Herman menyebutkan bahwa total donasi dari 162 donatur mengumpulkan 96,374 kg kepiting, 86 kg biawak, 5 kg kol nenek, 470,5 kg belut, 35 kg ikan gabus, 27,5 kg lele, dan 2 ekor bulus.
“Pada saat pelepasan, kami bersama Bhante Jayamedho Thera dan Lama Kunzang untuk memanjatkan doa bersama, agar semua satwa diberkati karena sudah terjalin jodoh dengan para peserta memiliki niat mulia untuk ingin melepaskan mereka sesuai dengan ekosistem sudah tervalidasi pihak Ecoton,” ujarnya.
Ia meyakini bahwa ikan-ikan akan dibunuh dan dikonsumsi itu sangat menderita. Makanya, dibebaskan ke lingkungan habitatnya. Tujuannya, agar ikan ini bisa melanjutkan hidup, berkembang biak dan memberi banyak manfaat kepada alam. Kegiatan ini merupakan salah satu ritual Agama Buddha yang dikenal dengan melepaskan makhluk hidup kembali ke alam bebas atau ke habitat aslinya.
“Ritual ini dalam agama kami dikenal dengan Fang Sheng, yaitu kegiatan melepaskan satwa terancam terbunuh ke alam bebas agar kami sebagai manusia terhindar dari mara bahaya dan mendapatkan kebaikan karena menolong mahkluk menderita,” bebernya.
Ia juga mengakui sengaja mengajak berbagai elemen masyarakat di luar agama Buddha agar memperkenalkan ajaran tradisi agama Buddha, yaitu Fang Sheng. Selain itu, supaya terjalin silaturahmi antar umat beragama dengan bersama-sama melakukan perbuatan yang baik dan mulia.
Sementara itu, YM. Bhikkhu Jayamedho Thera, Dewan Pelindung Young Buddhist Association Indonesia, mengatakan bahwa Fang Sheng merupakan lambang kasih sayang menjelang tahun baru. Ia juga meminta semuanya untuk melihat ke belakang apa saja telah dilakukan, perbuatan bajik dan baik apa saja sudah lakukan, terutama kepada dirinya sendiri, apakah sudah bisa melepaskan kemarahan, keirian, kedengkian, karena itulah yang lebih pokok.
“Kalau melepaskan binatang itu mudah, kalau punya duit, punya niat pasti bisa, tapi kalau melepaskan kebencian, kedengkian dan iri hati itu lebih berat lagi, karena itu Fang Sheng ini punya makna fisikal dan spiritual, dan dua-duanya harus seimbang,” ungkapnya.
Pelepasan satwa disesuaikan dengan ekologinya atau lingkungannya, sehingga kalau dilepas itu tidak mati dan kalau tidak dipancing orang itu akan terus tumbuh berkembang dan ini sesuatu yang baik.
“Teruslah melakukan hal baik sehingga tahun depan kami bisa menghadapi tahun penuh harapan dan penuh tantangan dan kegigihan sehingga dapat memperoleh kebahagiaan, ketentraman dan kesejahteraan,” tandasnya.
Sementara itu, Azis Deputi Eksternal dan Kemitraan Ecoton menambahkan bahwa Kegiatan fangsheng diselenggarakan YBA sangat menarik, YBA selalu berkomitmen dalam melestarikan keanekaragaman hayati untuk ekosistem berkelanjutan.
Satwa dilepas ke habitatnya juga cukup beragam seperti ikan gabus, belut, kepiting, kol nenek, biawak, dan bulus. Harapannya satwa ini dapat menjaga fungsi ekologis ekosistem hutan mangrove dan sungai. Selain itu, YBA juga membantu dalam pelestarian kawasan bantaran sungai dengan penanaman pohon Loa atau Eloh buahnya dapat dijadikan pakan ikan.
“Saya berharap, semoga kegiatan ini terus dilanjutkan dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk berkolaborasi lebih luas. Semoga YBA selalu menjadi sumber inspirasi pemuda untuk kebaikan generasi masa depan dan lingkungan,” imbuhnya.
Disisi lain, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian DKPP Kota Surabaya, Antiek Sugiharti mengapresiasi kegiatan tersebut. Baginya, ini merupakan kegiatan luar biasa karena tidak hanya aksi peduli lingkungan tapi juga kerjasama penuh dengan toleransi antar umat beragama, karena digelar YBAI dan diikuti berbagai elemen masyarakat juga lintas agama.
"Ini kerjasama luar biasa bagi kami dengan menebar ikan dan satwa lainnya sehingga dapat memberikan kesempatan bagi ikan dan satwa itu untuk keberlangsungan hidupnya," tukasnya. (*)