Mojokerto, mojokerto.disway.id - Sempat mengalami kerugian hingga puluhan juta rupiah dari usaha ternak bebek, pasangan Priyo Handoko dan Rohmatin asal Jotangan, Kecamatan Mojosari, Mojokerto, tak menyerah. Mereka bertransformasi menjadi peternak jangkrik sukses dengan memnfaatkan lahan kosong di samping rumah mereka.
Pasutri yang memiliki empat anak itu, menemukan kesuksesan setelah merugi dari usaha beternak bebek. Ketika bebek mereka banyak yang mati akibat penyakit, mereka beralih ke usaha budidaya jangkrik, yang dijalani sejak tahun 2000. Jenis jangkrik mereka budidayakan, kalung dan cliring, dipilih karena lebih tahan penyakit dan lebih kuat.
“Awalnya usaha ternak bebek, namun mengalami kerugian hingga Rp 40 juta, karena banyak beben yang mati akibat diserang penyakit. Kalau untuk budidaya jangkrik sendiri sudah saya tekuni bersama suaminya sejak tahun 2000 silam,” terang Rohmatin saat di temui dirumahnya, Minggu (29/10/2023).
Menurut Rohmatin, modal yang digunakan untuk budidaya jangkrik tidak sebanyak saat beternak bebek. Biaya dikeluarkan hanya saat membeli telur jangkrik untuk pembibitan yang menetas selama 12 hari dan biaya pembuatan kandang untuk tahap permulaan.
Jumlah jangkrik di setiap kandang tidak bisa dihitung. Telur jangkrik sudah menetas dibagi ke masing masing kandang nantinya.
“Telur Jangkrik Kalung dibeli seharga 150 ribu rupiah per kilogram, sedangkan telur Jangkrik Cliring 250 ribu rupiah per kilogram. Usai menetas, bibit jangkrik akan ditaruh ke kandang kayu berukuran 1 x 2 meter”, ucapnya.
Setiap kandang diberi tray telur ayam berbahan kertas sebagai sarang jangkrik, supaya pertumbuhan bagus, Jangkrik Kalung dan Cliring siap dipanen Ketika berumur 30 hari sejak penetasan.
“Dalam segi perawatan jangkrik termasuk memberi makanan seperti jagung muda, batang dan daun pepaya, serta pakan ayam. Modal awal untuk budidaya jangkrik relatif rendah, terutama saat membeli telur jangkrik untuk pembibitan dan biaya kandang pada tahap awal,” tambahnya.
Setelah telur menetas, bibit jangkrik ditaruh dalam kandang triplek kayu selama sekitar 30 hari sebelum panen. Masing-masing kandang mampu menghasilkan 20 hingga 30 kilogram jangkrik, bahkan bisa mencapai 50 kilogram jika kondisi optimal.
“Saya menjual jangkrik ini ke tengkulak dengan harga Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu per kilogram, yang biasa digunakan sebagai pakan burung. Dari usaha jangkrik ini, saya memperoleh omzet bersih hingga Rp 3-4 juta setiap bulannya,” ujarnya.
Setelah mengalami kerugian dari usaha ternak bebek, kini pasutri tersebut sukses dalam usaha budidaya jangkrik. Keputusan untuk beralih ke usaha jangkrik telah memberikan mereka penghasilan stabil dan memuaskan setiap bulannya, bahkan untung sampai jutaan rupiah. (*)