Remaja Bunuh Diri, Dinamika Stress yang Tak Segera Diketahui
Cahya Suryani--
Fenomena bunuh diri di kalangan remaja terus mengalami peningkatan. Berdasarkan catatan penulis, sejak awal tahun 2023 sampai akhir Desember 2023 terdapat 13 kasus bunuh diri oleh mahasiswa dengan berbagai motif.
Data dari Kepolisian RI dari Januari - juli 2023 terdapat 663 kasus bunuh diri di Indonesia. Ini sama dengan terjadi sekitar 3 kasus bunuh diri setiap hari.
Kasus ini mengalami peningkatan dibanding periode Januari - Juli 2022. Kenaikannya sebesar 36,4%. Dua provinsi yang menjadi lokasi terbanyak kasus ini adalah provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Akhir Desember ditutup dengan kasus bunuh diri mahasiswa salah satu kampus di Yogyakarta yang juga eks mahasiswa salah satu kampus di Malang. Di bulan November mahasiswa salah satu kampus di Surabaya mengakhiri hidup dengan menghirup zat beracun dalam mobil.
Di bulan Oktober terdapat 2 kasus bunuh diri mahasiswa di Pulau Jawa. Selain itu ada 3 kasus bunuh diri mahasiswa di NTT.
Dari data perkiraan WHO, kasus bunuh diri di Indonesia masih sangat rendah. Namun tetap harus dapat perhatian serius oleh semua kalangan.
Remaja, khususnya mahasiswa, bunuh diri dengan berbagai motif. Tuntutan skripsi, beban tugas ataupun karena asmara, menjadi alasan mahasiswa mengalami stress ataupun depresi.
Stress di kalangan mahasiswa merupakan sebuah hal yang normal. Hal itu juga sebagai bahwa manusia mengalami dinamika, bukan statis seperti layaknya robot.
Mengutip dari Folkmann, stress merupakan gangguan pada tubuh dan pikiran manusia yang disebabkan perubahan lingkungan dan tuntutan kehidupan. Dari penjelasan Folkman dapat disimpulkan bahwa semua manusia yang hidup pasti mengalami stress. Namun,
yang berbeda hanya pada kadar stress itu dan juga cara mengatasinya.
Perbedaan dalam mengatasi stress dapat dilakukan dengan cara melihat dan memilah stressor dari stres yang dialami. Dalam psikologi dikenal istilah problem focused coping dan juga emotional focused coping.
Dua istilah ini digunakan untuk coping atau melepaskan emosi yang dirasakan individu. Ketika kita mengetahui stressor stress adalah masalah yang bisa langsung dihadapi, maka kita bisa menggunakan problem focused coping, yaitu langsung ke akar masalahnya.
Contohnya, saat ada masalah dengan pacar yang tiba-tiba memutuskan hubungan. Kita , bisa mengkonfrontasi langsung dan bertanya penyebab putusnya hubungan ini.
Melepaskan emosi dengan emotional focused coping yaitu dengan mengendalikan respon emosional terhadap kondisi yang bersifat sangat menekan, dan defensif. Biasanya emotional focused coping ini juga digunakan untuk mendapatkan dukungan secara sosial.
Contohnya saat ada masalah dan masalah itu susah untuk diselesaikan secara langsung. Kita dapat memilih melupakan stressor dengan melakukan hobi. Misal, dengan membaca, menulis, ataupun olahraga.
Selain itu, pendekatan ini juga bisa dilakukan dengan mendekatkan diri kita pada Tuhan.
Stress itu hal yang normal. Yang tidak normal adalah stigma masyarakat yang mengatakan bahwa stress berhubungan dengan tingkat keimanan seseorang.
Pendapat ini jelas keliru. Yang benar adalah dengan keimanan dapat membantu mengatasi stress yang kita alami.
Dengan semakin meningkatnya kasus bunuh diri, kita dituntut semakin perhatian dengan lingkungan sekitar. Kita harus sadar kapan harus berkonsultasi pada psikolog atau psikiater.
Karena kesehatan mental merupakan sebuah hal yang penting untuk kehidupan.(*)
Sumber: