Kasus Korupsi BPRS Kota Mojokerto, Mantan Direktur Ditetapkan sebagai Tersangka
Kejari Kota Mojokerto tetapkan tersangka kasus dugaan korupsi BPRS. -(Foto : dok.Kejari Kota Mojokerto)-
Mojokerto, mojokerto.disway.id - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Mojokerto akhirnya menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Kota Mojokerto.
Mantan Direktur Operasional di PT BPRS Kota Mojokerto, berinitial R (45), ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Nomor : TAP-02/M.5.47/Fd.1/10/2023 tanggal 5 Oktober 2023. Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, belum dilakukan penahanan terhadap tersangka R.
"Penetapan tersangka R berkaitan dengan proses penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pembiayaan PT BPRS Kota Mojokerto tahun anggaran 2017 hingga 2020," terang Kepala Kejari (Kajari) Kota Mojokerto, Bobby Ruswin saat dikonfirmasi melalui Kasi Intel Kejari Kota Mojokerto, Jum'at (6/10/2023).
Bobby mengatakan, tim penyidik Kejari Kota Mojokerto telah mengumpulkan alat bukti dan barang bukti yang mengarah pada tindak pidana tersebut.
"Dari alat bukti dan barang bukti tersebut, kasus ini telah terang, dan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, kami menetapkan satu tersangka, yaitu tersangka R, yang menjabat sebagai Direktur Operasional di PT BPRS Kota Mojokerto," ucapnya.
Dalam kasus ini, Kajari mengungkapkan bahwa telah ditemukan potensi kerugian negara sekitar Rp30 miliar, ia juga menegaskan bahwa kemungkinan akan ada tersangka lain dalam perkara ini dan bahwa proses penyidikan masih berlanjut. Tersangka R saat ini telah memasuki masa pensiun sejak tahun 2021
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kota Mojokerto, Teza Rahardian, menjelaskan bahwa modus tersangka menyetujui pembiayaan dan proses restrukturasi pembiayaan yang kemudian dianggap melanggar hukum atau penyalahgunaan kewenangannya.
"Hal ini merugikan PT BPRS Kota Mojokerto serta menguntungkan diri sendiri atau pihak lain," ujarnya.
Tersangka R disangka melanggar Pasal 2 ayat (1), atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber: