Bekas Stasiun Lespadangan, Saksi Bisu Jalur Kereta Api Zaman Belanda di Mojokerto

Bekas Stasiun Lespadangan, Saksi Bisu Jalur Kereta Api Zaman Belanda di Mojokerto-Foto : Fio Atmaja-
OJS kemudian mulai membangun jalur rel ke Gempolkrep pada tahun 1888. Dimulai dari Stasiun Krian ke Balongbendo untuk melayani PG Balongbendo.
"Selanjutnya dibuatlah jembatan melintasi Kali Mas ke Perning dekat pabrik gula Perning. Pembangunan diteruskan ke barat menuju Jetis lalu belok ke selatan hingga ke Miirip. Jaringan rel itu berhenti di Gempolkrep," bebernya.
Sedangkan di Lespadangan dibuatkan stasiun pemberhentian oleh OJS. Lokasi itu dipilih sebab dekat dengan kota Mojokerto yang ada di selatannya. Antara Lespadangan dengan Mojokerto ada jembatan yang di sisi selatannya terdapat halte kereta api milik OJS.
BACA JUGA:Bakmi Djago, Kuliner Viral di Mojosari dengan Suasana Retro Klasik
"Halte itu dinamakan stasiun kali yang terhubung dengan stasiun OJS di Midji. Jadi jelas jika Stasiun Lespadangan itu dibuat untuk melayani penumpang," jelasnya.
Sesuai dengan perkiraan, jalur itu berkembang baik. Selain naiknya jumlah produksi gula sebagai angkutan utama juga ada kenaikan jumlah penumpang maupun barang lainnya. Hal itu dibuktikan dengan dibuatnya jalur rel lanjutan dari Gempolkrep ke Tapen dan Ploso Jombang.
Bangunan bekas Stasiun Lespadangan saat ini masuk dalam wilayah penjagaan aset KAI Daop VIII Surabaya.-Foto : Fio Atmaja-
Jalur yang terhubung dengan jaringan rel milik BDSM (Babat-Djombang Stoomtram Mij) itu dibuat untuk pangsa pasar penumpang karena tidak ada pabrik di barat Gempolkrep.
Tahun 1915 jalur utara sungai itu diambil alih oleh Staat Spoor (SS), yaitu perusahaan kereta api milik pemerintah kolonial. Untuk mengakuisisi rel dan kereta milik OJS disepakati harga f. 1,1 juta gulden.
Stasiun Lespadangan semakin ramai melayani penumpang hingga dibutuhkan ruang tunggu atau peron yang memadahi. Peron itu dapat dibuat pada tahun 1928.
BACA JUGA:Kembali Hits, Ini Rekomendasi Photobox Kekinian di Mojokerto
Stasiun semakin terlihat menarik karena ada atap yang menaungi kereta yang masuk kesana. Selain itu, beberapa fasilitas seperti rumah dinas bagi kepala stasiun yang bertugas disana juga berdiri.
"Kondisi keramaian jalur di utara sungai ini tidak berlangsung lama karena tahun 1930 mengalami penurunan seiring terjadinya malaise atau krisis ekonomi. Meskipun Stasiun Lespadangan tetap difungsikan tetapi tidak seramai sebelum krisis terjadi," ujarnya.
Sumber: