Surabaya, mojokerto.disway.id - Tim dari Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) bersama Forum Kali Brantas Kediri melakukan sensus sampah plastik di trashboom (penjebak sampah) di Sungai Pogot Surabaya, Kamis (30/11/2023). Tim terdiri dari delapan orang mengumpulkan dan mengidentifikasi sampah plastik menumpuk di trashboom.
“Dalam kurun waktu dua jam, kami mengumpulkan lebih dari tiga karung sampah yang diambil dari trashboom Sungai Pogot,” ungkap koordinator program dan kampanye BRUIN, Muhammad Kholid Basyaiban saat di konfirmasi, Jum’at (1/12/2023).
Kholid menjelaskan bahwa sampah plastik tersebut dilakukan pendataan merek, jenis, dan asal produsen melalui metode barcode scanning dengan menggunakan alat barcode reader.
“Data ini akan kami kompilasikan untuk mengetahui produsen mana yang sampahnya paling banyak ditemukan dan mencemari Sungai Pogot,” ujarnya.
Hasil sensus sampah plastik dilakukan tim BRUIN menunjukkan beberapa fakta, antara lain, sampah plastik mengambang dan tertahan di trashboom berasal dari pemukiman padat di sepanjang sungai Pogot. Kurangnya fasilitas dan layanan sampah mendorong perilaku warga Surabaya membuang sampahnya ke sungai dan saluran irigasi.
Salah satu bekas bungkus plastik So-Klin produksi Wings yang terjaring tim survei sampah-Dok. BRUIN-
Sampah plastik yang menumpuk terbawa saat hujan lebat dan masuk ke aliran Sungai Pogot lewat saluran irigasi. Sampah plastik ini berpotensi menjadi mikroplastik dan mencemari laut dan pantai jika tidak dilakukan pembersihan.
Sampah plastik jenis sachet, bungkus makanan, dan minuman bermerek botol 77 persen paling banyak memberikan kontribusi polusi plastik di sungai. Tim BRUIN berhasil mengumpulkan sampel sampah berjumlah 480 pcs dari tiga karung sampah yang dikumpulkan dalam waktu dua jam.
Lima brand paling banyak ditemukan dalam sensus sampah plastik yakni produsen Wings 105 pcs sampah, produsen Indofood 64 pcs sampah, produsen Unilever 42 pcs sampah, produsen PT Sasa Inti 32 pcs, sampah produsen P&G 27 pcs sampah.
Sampah plastik jenis unbrand sedotan, styrofoam, dan tas kresek sebanyak 22 persen ditemukan banyak mengambang di atas sungai dan tertahan di trashboom.
Kholid menyatakan bahwa fenomena tumpukan sampah di trashboom Sungai Pogot menjadi gambaran buruknya tata kelola sampah di kawasan Kota Surabaya. Peraturan Wali Kota tentang pembatasan plastik sekali pakai terutama kresek berlaku di Surabaya nyatanya tidak mampu membendung masifnya penggunaan plastik sekali pakai di Surabaya.
“Perlu upaya keras dari Pemkot Surabaya untuk mengimplementasikan amanat dalam UU pengelolaan sampah dan Perwali dengan membatasi aktivitas penggunaan plastik sekali pakai di toko-toko, pasar tradisional, supermarket, dan kawasan pemukiman padat penduduk,” bebernya.
Kholid juga meminta kepada Pemkot Surabaya untuk melakukan koordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya untuk menyediakan layanan dan fasilitas sampah, agar warganya tidak membuang sampah ke saluran irigasi maupun sungai, terutama layanan dan fasilitas sampah di pemukiman padat penduduk.
Selain itu ia mendorong Pemkot Surabaya untuk mensosialisasikan penanganan sampah di kawasan hulu dengan mewajibkan warganya memilah sampah dari sumber, melakukan pengomposan, dan mendukung gaya hidup guna ulang.
“Kami juga meminta Pemkot Surabaya untuk memaksimalkan implementasi Perwali pembatasan plastik sekali pakai (kresek) dengan memperluas batasan yang menyasar pasar tradisional dan pemukiman padat penduduk termasuk toko klontong pinggir jalan,” jelasnya.