KH Munasir Ali, Pejuang Kemerdekaan dari Kalangan Santri di Mojokerto

Kamis 21-09-2023,10:25 WIB
Reporter : Fio Atmaja
Editor : Eno

Mojokerto, Mojokerto.disway.id -  Santri, ulama dan tokoh agama memiliki peran besar dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 

Banyak kisah perjuangan tersimpan dari perjuangan mereka melawan penjajah. Salah satunya KH Munasir Ali, seorang pejuang kemerdekaan dari kalangan santri berasal dari Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto.

KH Munasir Ali lahir pada 2 Maret 1919 dari keluarga terhormat. Ayahnya pernah menjabat sebagai lurah atau kepala Desa Modopuro. 

Di masa perang kemerdekaan, Kiai Munasir aktif berjuang sebagai anggota Hizbullah. Ia juga ikut andil dalam mendirikan Laskar Hizbullah Cabang Mojokerto. Berkat keberaniannya dan keahliannya dalam perang gerilya, akhirnya Kiai Munasir ditunjuk sebagai Wakil Ketua Laskar Hizbullah Cabang Mojokerto.


Habibullah keponakan KH Munasir Ali, sering ikut mengawal perjalanan KH Munasir semasa hidupnya-Fio Atmaja-

Habibullah, keponakan Kiai Munasir, mengatakan, Kiai Munasir merupakan pahlawan dari kalangan santri sekaligus akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Kariernya di dunia militer dimulai dengan mengikuti latihan kemiliteran prajurit Jepang dengan masuk sebagai anggota penerangan Heiho.

“Ketika Laskar Hizbullah melebur ke dalam barisan TNI, ia pun terdaftar sebagai anggota aktif. Hingga akhirnya diangkat menjadi Komandan Batalyon 39 Condromowo dengan pangkat terakhir sebagai Mayor,” terangnya, Kamis (21/9/2023).

Habib sapaan akrab Habibullah menjelaskan, jejak KH Munasir ikut dalam barisan Hizbullah berawal pada 1939 di mana dia aktif dalam Persatuan Petani NU. 

Selain itu, KH Munasir aktif dalam organisasi Ansor Mojokerto dibentuk pada 1938 bersama rekan sepondoknya, KH Achyat Halimi. Dari organisasi Ansor itu, KH Munasir mendampingi masyarakat pada masa-masa sulit akibat penjajahan Jepang.

“Saat terjadi Agresi Militer Belanda II pada 1947, daerah-daerah di Mojokerto dan Jawa Timur lain dikuasai Belanda. Dalam periode tersebut, semua angkatan bersenjata dilebur menjadi satu menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), termasuk Laskar Hizbullah,” ujarnya.

Batalyon di bawah komando Kiai Munasir, lanjut Habib, seringkali melakukan perang gerilya dengan strategi jitu. Sehingga, tidak heran pasukan ini dinamakan Condromowo yang terinspirasi dari kucing kembang telon.

Salah satu hal paling bersejarah menurut cerita keponakannya itu, ialah ketika KH M Hasyim Asy’ari mengintruksikan santri-santri Tebuireng untuk berjihad melawan sekutu di Surabaya, yang akhirnya lebih dikenal dengan Resolusi Jihad.

“Kala sekutu hendak menyerang Surabaya, salah satu Batalyon diutus ialah komandonya Kiai Munasir. Mobilisasi massa pun dilakukan Kiai Munasir untuk berjuang melawan sekutu,” bebernya.

Menurutnya Kiai Munasir merupakan sosok dihormati di kalangan tokoh NU. Ia seringkali diajak musyawarah jika ada persoalan rumit di masyarakat yang harus segera dicari solusinya.

Pasca mengundurkan diri dari dunia kemiliteran, Munasir Ali aktif di Jakarta. Ia bergabung dengan organisasi eks-pejuang kemerdekaan seperti IKABEPI (Ikatan Bekas Pedjoeang Indonesia), juga mendirikan Legiun Veteran bersama antara lain, Chairul Saleh, Letjen (Purn.), Sarbini, dan Letjen A. Kartakusuma.

Kategori :