Munasir Ali pernah menjadi Komisaris Partai NU daerah Karesidenan Surabaya pada tahun 1956. Tahun 1958 sampai 1979 menjadi Wakil Ketua PB Pertanian NU. Dan tahun 1984 menjadi Sekjen PBNU, sekaligus juga menjadi Ketua Musytahsyar.
Pada tahun 1989, Munasir Ali menjabat sebagai Rois Syuriah PBNU. Pada tahun 1983, Munasir Ali yang kemudian banyak orang memanggilnya dengan KH. Munasir Ali, memutuskan untuk pulang ke Mojokerto.
Di Pekukuhan, KH. Munasir Ali bersama dengan tokoh tokoh sepakat mendirikan SMP Islam Dahlan Syafii. KH. Munasir Ali memandang banyak anak miskin di sekitar Mojosari tidak memiliki kesempatan untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi.
SMP Islam Dahlan Syafii kala itu menjadi jawaban di tengah kebodohan yang masih merajalela. Lebih lebih pendidikan bernapaskan Islam, masih jarang atau boleh dikatakan tidak ada untuk di wilayah Mojosari.
“Meskipun KH. Munasir Ali sedang berkonsentrasi penuh dalam mengembangkan lembaga pendidikannya, tanggung jawab menjadi anggota DPR dan pengurus NU tetap terus dilanjutkan, walaupun harus bolak balik Mojokerto-Jakarta,” katanya.
Karirnya di dunia legislatif, pada tahun 1958 menjabat sebagai anggota dewan nasional RI. Tahun 1959, ia menjadi Dewan Perancang Nasional. Tahun 1967, Munasir Ali menjadi Anggota DPR GR. Pada tahun 1971-1976, Munasir Ali masih menjadi Anggota DPR/MPR. Dan dari tahun 1976-1981, Munasir Ali menjadi Ketua Komisi VIII.
“KH Munasir Ali waktu itu menjadi orang Mojokerto pertama menjadi anggota DPR RI. Ia tergabung dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang akhirnya keluar dan dalam perjalanan karir politiknya, ia masuk PKB,” tandasnya.
KH Munasir sebagai satu dari lima kiai founding father PKB pasca reformasi tahun 1998. Sebab setelah Presiden Soeharto lengser, kebutuhan mendirikan partai politik sangatlah mendesak untuk menyalurkan aspirasi warga nahdliyin.
“Dengan PKB itulah yang mengantarkan Gus Dur (Presiden RI keempat KH Abdurrahman Wahid) menuju kursi istana,” pungkasnya.(*)