Dalam instalasinya, ia tidak menawarkan seni sebagai objek pameran, melainkan sebagai jalan pulang menuju rumah bukan sekadar rumah fisik, melainkan tempat asal spiritual dan eksistensial.
Menurutnya, runah bukanlah tempat yang bisa diukur secara geografis, tetapi kesadaran akan asal dan tujuan hidup. Ia menafsirkan pencarian itu sebagai gerak spiral, bukan mundur, melainkan bergerak menuju kembali sebagai pribadi yang utuh.
Ruangan berwarna merah identik dengan tempat prostitusi. -Foto : Fio Atmaja-
Pameran ini bukan semata-mata proyek tugas akhir, tapi sebuah kesaksian hidup. Ia menyusun fragmen kehidupan menjadi instalasi menyentuh. Ia bekerja bukan dengan waktu teknis, melainkan sesuatu yang bisa dirasa, seperti luka yang sembuh atau musim yang datang tanpa aba-aba.
Tokoh penting dalam latar hidup Aje adalah ayahnya, seorang pedagang barang loak sekaligus perawat orang berkebutuhan khusus. Dari figur ini, Aje mewarisi pandangan estetika perawatan bahwa yang rusak bukan berarti sia-sia, dan yang terbuang layak diberi tempat.