Barikade harus dibuat sebab beberapa hari sebelumnya terjadi pertempuran sporadis di desa Jedong. Setelah kejadian itu kemungkinan serdadu Belanda akan melakukan pembersihan dan berusaha menguasai Sedari.
Tidak lama setelah barikade terpasang, sekitar pukul 10.00 WIB mulai terlihat gerakan pasukan musuh. Sebuah brencarrier berjalan pelan disertai formasi pasukan agak jauh dibelakangnya. Kendaraan tempur itu merupakan pembuka jalan untuk serangan lebih besar.
"Barikade dipasang para pejuang cukup efektif menghambat laju lawan. Kedatangan panser ringan itu segera disambut dengan tembakan pejuang. Sebuah upaya yang kurang efektif sebab jarak kendaraan itu masih diluar jarak tembak efektif. Namun, hujan peluru itu cukup mengagetkan lawan. Terjadi kontak senjata sekitar setengah jam," bebernya.
BACA JUGA:Perkuat Citra Organisasi 50 Ormas di Mojokerto Diberi Pembekalan Pengelolaan Medsos
Rupanya serdadu Belanda tidak tahan tekanan hujan peluru dari para pejuang. Walaupun brencarrier sanggup menahan peluru, tetapi mereka memilih lari meninggalkan kendaraannya untuk bergabung dengan induk pasukannya. Rupanya sebelum lari, serdadu itu sudah merusak mesin peralatan tempur tersebut.
Saat didekati oleh para pejuang kondisi kendaraan itu mesinnya mati. Dari pertempuran singkat itu berhasil disita sebuah radio komunikasi (LCR), sepucuk pistol suar/isyarat dan tentu kendaraan itu sendiri. Namun karena mesin mati kendaraan itu ditinggal setelah dirusak. Mutralieur yang terpasang juga tidak bisa dibawa sebab sulit melepasnya.
Beberapa hari berselang sejak peristiwa itu, tepatnya pada 11 Februari, gerakan pasukan lawan kembali terlihat. Sebelum masuk ke wilayah Sedati, mereka sudah melepaskan tembakan meriam terlebih dahulu.
Kedudukan pejuang menjadi porak poranda karena masing masing berusaha menyelamatkan diri tanpa menghiraukan formasi pasukannya. Setelah peluru meriam dan mortier berhenti, tank.dan panser bergerak masuk ke Sedati.
BACA JUGA:Pemkot Mojokerto Bertekad Perangi Judi Online
Perlawanan sporadis dilakukan menyambut datangnya lawan. Namun perlawanan itu tak banyak berarti karena formasi pejuang sudah porak poranda. Pada hari itu Sedati jatuh ke tangan Belanda. Tidak lama kemudian Mojosari juga berhasil dikuasai tentara Belanda.
"Sedati dan Mojosari memang menjadi target serangan lawan. Dari kedua daerah itu kemudian dilakukan serangan besar-besaran terhadap kedudukan pejuang di daerah Kutorejo. Pasukan Belanda menyerang dari berbagai arah. Kedudukan pasukan republik yang tergabung dalam Pasukan Komando Hayam Wuruk terjepit. Pertempuran terjadi sejak pagi hingga malam pada 12 Februari 1949," terangnya.
Menurutnya, jika saja waktu itu Sedati bisa dipertahankan tentu para pejuang masih punya jalan untuk lolos dari kepungan. Pertempuran besar itu merupakan pertempuran terbuka, kedua kekuatan berhadapan mengadu senjata dan keberanian, mirip dengan pertempuran nopember 1945 di Surabaya. "Tidak tercatat pasti berapa jumlah korban, namun setidaknya lebih dari 1000 nyawa melayang," pungkasnya.