"Pabrik baru dioperasikan lagi pada pada tahun 1950 oleh pemerintah Indonesia yang telah merdeka. Tetapi kondisi pabrik tidak sebaik sebelumnya sebab banyak terjadi penjarahan besi dan lainnya. Rel lori yang ada di jalur jembatan Pagerluyung juga tidak luput dari penjarahan," jelasnya.
Jembatan Pagerluyung kembali berfungsi setelah dilakukan pembenahan. Lokomotif penarik tebu kembali melintas membawa ratusan ton bahan baku gula dari selatan Sungai Brantas ke emplasemen pabrik. Situasi itu berlangsung hingga tahun 1980-an.
BACA JUGA:Gelar Talk Show Bersama Dahlan Iskan, Hipmi Kota Mojokerto Nyalakan Semangat Wira Usaha Kaum Muda
BACA JUGA:6.734 Peserta Ramaikan Gerak Jalan Perjuangan Mojokerto-Surabaya 2025
"Lori mulai diganti dengan angkutan truk hingga kemudian harus mengakhiri kegiatannya. Jaringan jalan raya yang semakin bagus dan truk yang lebih cepat lajunya membuat lokomotif harus berhenti. Jembatan Pagerluyung dimana terdapat rel lalu ditutup dengan aspal guna memberi jalan pada truk agar bisa melintasinya," bebernya.
Jembatan lori Pagerluyung telah melayani lokomotif kecil penarik gerbong terbuka berisi tebu dalam kurun waktu sekitar 50 tahunan sejak dibangun. Jalur jalan di atasnya telah menjadi saksi dinamika masyarakat antara kedua sisi Sungai Brantas.
Hingga saat ini jembatan itu masih penting karena setiap hari ratusan kendaraan kecil maupun sedang masih melintasinya.