MAFINDO Ingatkan Bahaya Hoaks Agama dan Politik
MAFINDO sosialisasi anti fitnah dan hoaks pada Peringatan Hari Toleransi Internasional di SMAN 2 Kota Mojokerto -MAFINDO for Disway Mojokerto-
Mojokerto, mojokerto.disway.id - Masyarakat Anti Fitnah dan Hoaks Indonesia (MAFINDO) terus melakukan sosialisasi mengenai hoaks dan akurasi informasi. Bahkan pada berbagai kesempatan, ‘kampanye’ anti fitnah dan hoaks dilakukan, hal itu disampaikan Koordinator MAFINDO Mojokerto, Cahya Suryani Jumat (24/11/2023).
Dia menyebutkan, pentingnya menyampaikan informasi sesuai fakta agar masyarakat tidak gampang termakan informasi palsu. ‘’Saat ini informasi bisa dikemas sedemikian rupa sehingga kalau kita tidak teliti bisa mendapat informasi yang keliru,’’ katanya.
Salah satu sosialisasi yang dilakukan diantaranya saat Hari Toleransi Internasional, ketika GUSDURian Mojokerto mengadakan Forum 17an di SMAN 2 Kota Mojokerto 17/11/2023 lalu. Saat itu Caca, panggilan akrab Cahya Suryani, menyampaikan bahaya ancaman hoaks terhadap toleransi.
Dia menyebutkan, di Indonesia, hoaks terkait agama (dalam hal ini SARA) menduduki posisi kedua sebagai hoaks paling banyak tersebar. ‘’Hoaks di tingjat pertama tentang isu atau masalah politik,’’ tambahnya.
Caca juga mengutip pernyataan Alissa Wahid yang menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor yang menyebabkan fenomena hoaks keagamaan ini terjadi. Pertama, berkembangnya paham keagamaan yang agak jauh dengan kecintaan terhadap Indonesia.
Kedua adanya efek desentralisasi, dan ketiga adanya kepentingan politik yang dibungkus dalam bingkai agama. ‘’Kita harus benar-benar menyaring informasi yang ada, apakah informasi itu akurat atau hoaks,’’ tuturnya.
Pada acara Forum 17an itu, selain mendatangkan MAFINDO, GUSDURian juga ada perwakilan dari SMAN 2 Mojokerto, dan Khodimat PP Al-Azhar Mojokerto. Kegiatan berjalan pukul 09.00 dan berakhir pukul 12.30
Berbeda dengan Forum 17an sebelumnya, kali ini GUSDURian Mojokerto berusaha memperkenalkan 9 Nilai Gus Dur kepada siswa-siswi sekolah menengah atas. Dengan konsep acara menonton bersama film berjudul “Tiga Agama Tetap Bersama”.
Kemudian disambung pantikan materi dari ketiga pemantik. Dengan tiga pemantik tersebut, siswa-siswi SMAN 2 Kota Mojokerto diharapkan dapat memaknai bahwa keberagaman adalah keindahan lain yang disuguhkan oleh Tuhan untuk kita rawat bersama.
Sementara itu Ning Uswah Syauqie selaku Khodimat Pondok Pesantren Al Azhar, menyampaikan bahwa sikap toleransi tidak hanya sekadar menghargai. ‘’Tetapi memperlakukan orang lain secara bermartabat,’’ katanya.
Dalam penjelasannya, Ning Uswah menyampaikan bahwa tidak ada ajaran agama yang memaksakan untuk memeluk agamanya. Dia menyebutkan, kalau kita menemui bahwa ada orang-orang yang memaksakan kehendak agar orang lain masuk di agamanya, maka itu adalah murni dari orang lain itu, bukan dari agamanya. ‘’Itu ulah oknum dari agama tersebut,’’ tuturnya.
Sementara itu pemantik lain, Johanes Lobo selaku pegiat moderasi beragama, mengajak mengubah mindset. Yang mayoritas mengubah mindset bahwa ia adalah mayoritas, dan yang minoritas mengubah mindset bahwa ia adalah minoritas.
‘’Dengan begitu kita semua adalah sama. Kita adalah saudara. Jika kita bukan saudara seiman, maka kita adalah saudara kemanusiaan,’’ katanya.
Hal tersebutlah yang dapat memposisikan diri kita agar tidak semena-mena dan dapat memahami posisi orang lain. Jika kesadaran untuk meleburkan diri pada yang lain itu ada, maka persoalan-persoalan perihal intoleransi dapat tercounter dengan baik.
Kegiatan Forum 17an ditutup dengan doa bersama lintas agama. Berdoa secara Hindu, Buddha, Islam, Kristen dan Katolik. Dan istimewanya, dalam sesi doa ini dipimpin oleh siswa-siswi dari SMAN 2 Kota Mojokerto mewakili agama mereka masing-masing.
Dalam hal ini tentu mengajarkan pada siswa bahwa kita adalah pemimpin. Tuhan akan mendengarkan doa dari semua kalangan, tanpa memandang usia, suku maupun agama. (*)
Sumber: