banner hari pahlawan 2024 TJiwi Kimia

Pemkot Mojokerto Terus Menginisiasi Gerakan Pertanian Perkotaan

Pemkot Mojokerto Terus Menginisiasi Gerakan Pertanian Perkotaan

Tanaman sayuran dan buah-buahan yang dikembangkan dengan hidroponik-Foto : Dinas Kominfo Kota Mojokerto-

Mojokerto, Mojokerto.disway.id – Keterbatasan lahan, membuat gaya hidup urban farming makin diminati masyarakat perkotaan, tak terkecuali di Kota Mojokerto.

Urban Farmingpun lantas diinisiasi Pemkot Mojokerto menjadi  gerakan pertanian perkotaan melalui program Kelompok Wanita Tani (KWT).

Praktik pertanian perkotaan,  hanya  dilakukan warga yang tergabung dalam KWT, tapi juga dilakukan masing-masing rumah tangga, dengan skala dan metode yang beragam.


Budidaya tanaman secara hidroponik-Foto : Dinas Kominfo Kota Mojokerto-


Penjabat Wali kota Mojokerto Moh. Ali Kuncoro memberi perhatian terhadap fenomena tersebut. Pihaknya mengapresiasi keterlibatan masyarkat yang semakin masif dalam kegiatan berkebun yang memanfaatkan ruang terbatas yang ada di sekitar rumah atau pemukiman.

“Ini tidak hanya menghijaukan lingkungan, tapi juga menyediakan sayuran segar yang bisa dikonsumsi sebagai sumber nutrisi untuk keluarga. Ini menunjukkan adanya kesadaran ketahanan pangan dari masyarakat,” ujar Pj Wali kota, Minggu (21/1/2024).

Berikutnya, penerapan urban farming juga secara ekonomi menguntungkan warga. Karena beberapa sayuran dan bumbu dapur dapat dipenuhi secara mandiri dari hasil budidaya tersebut. Bahkan, praktiknya dapat membantu menekan laju inflasi daerah.

“Karena sejumlah tanaman termasuk dalam jenis komoditas yang kerap mengalami kenaikan dan berkontribusi pada terjadinya inflasi daerah, seperti cabai, bawang, dan tomat,” kata sosok yang akrap disapa Mas Pj ini.

Dari berbagai KWT yang ada di masing-masing kelurahan, salah satunya adalah KWT Teras Hijau di Keluruahan Pulorejo. Memanfaatkan lahan “cawisan” –lahan kosong milik kelurahan yang tidak terlalu besar.

 Sebanyak 15 ibu-ibu yang tergabung dalam KWT tersebut, aktif melakukan kegiatan bercocok tanam beragam jenis sayuran, seperti cabai, tomat, kenikir, terong, pakcoy, dan lain-lain.

Beragam jenis tanaman tersebut ditanam dengan metode yang berbeda. Ada yang menggunakan polybag, langsung ke media tanah, dan dengan system hidroponik menggunakan air.

 Selain itu, pemupukan juga dilakukan dengan bahan organik, berupa pupuk POC (Pupuk Organik Cair) dan kompos, dari sampah organic rumah tangga yang dihasilkan warga sekitar.


“Untuk kangkung kami ada 5 gundukan, yang masing-masing bisa menghasil 8-9 kg. Jadi selain untuk konsumsi anggota, juga dijual. Terus ada cabai. Itu biasanya juga ada anggota yang sehari-hari berjualan makanan. Itu belinya di kita,” tutur Sunarti, salah satu pengurus KWT.


Ibu-ibu pengurus KWT Teras Hijau saat panen kangkung-Foto : Dinas Kominfo Kota Mojokerto-

Meski terkadang agak kesulitan untuk memasarkan hasil panennya, karena dinilai lebih mahal dibanding sayur non organik.  Sunarti dan kelompoknya tidak lantas goyah. Mengingat, selain memberikan opsi sayur yang lebih sehat bagi keluarga mereka, keberadaan kelompok tani yang dibentuk empat tahun lalu ini juga menambah kerukunan antar warga.


Selain dilakukan secara berkelompok, salah satu rumah tangga yang juga melakukan praktik urban farming secara mandiri adalah pasangan Deni dan Titin, warga Kelurahan Pulorejo. Mereka memanfaatkan sistem hidroponik tidak hanya untuk menanam sayuran, tapi juga buah.

“Kami pilih hidroponik ini karena cocok untuk lahan rumah yang sempit dan cukup mudah. Selain itu juga bisa untuk berbagai jenis tanaman. Biasanya untuk sayur, ini yang terbaru kami coba untuk menanam buah melon dan bisa berbuah dengan baik,” ungkap Titin. (*)

 

Sumber:

b