Peran Vital Metabolomik dalam Menjamin Autentisitas dan Kehalalan Produk Pangan di Indonesia

Pipin Agnesia-dok pipin for Disway Mojokerto-
Oleh: Pipin Agnesia - Magister Bioteknologi, Universitas Gadjah Mada
MENINGKATNYA peredaran produk pangan non-halal, terutama menjelang Idul Fitri, menjadi ancaman serius bagi masyarakat muslim di Indonesia. Fenomena ini dipicu oleh tingginya permintaan bahan pangan selama bulan suci Ramadhan, yang dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Seperti memalsukan label halal atau mencampurkan bahan haram, seperti babi dan turunannya, dalam produk olahan makanan. Kasus hoaks logo halal MUI pada mi instan yang diklaim mengandung tulang babi pada tahun 2022 membuktikan kerentanan sistem verifikasi konvensional serta kurangnya literasi masyarakat terhadap sertifikasi halal yang resmi.
iustrasi-dok pipin for Disway Mojokerto-
Tantangan ini semakin kompleks dengan keterbatasan metode deteksi tradisional. Seperti polymerase chain reaction (PCR), yang gagal membedakan ayam halal dan non-halal secara biokimia, serta kurang ketatnya pengawasan di pasar tradisional.
Dari sisi teknis, metode analisis kehalalan tradisional tidak efektif untuk produk olahan kompleks seperti bakso atau sosis, di mana kontaminasi daging babi bisa mencapai 20% tanpa terdeteksi. Dari aspek regulasi, implementasi UU JPH No. 33/2014 masih terkendala oleh kapasitas LPPOM MUI yang terbatas serta rendahnya tingkat kepatuhan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Menurut Ketua Umum APRINDO, Roy Nicholas Mandey, hanya 400 ribu dari total 65 juta UMKM yang telah tersertifikasi halal. Di sisi sosial-ekonomi, maraknya produk impor berlabel halal palsu dari lembaga asing semakin memperumit proses verifikasi.
Sementara itu, daya beli masyarakat yang terbatas mendorong konsumsi produk murah yang berisiko non-halal.
Metabolomik merupakan pendekatan analitis revolusioner yang memanfaatkan profil metabolit untuk membedakan bahan pangan halal dan haram melalui identifikasi penanda biokimia spesifik. Teknik ini menggabungkan spektroskopi, kromatografi, dan kemometrik untuk menganalisis ribuan senyawa organik (seperti asam lemak, asam amino, dan lipid) yang menjadi ciri khas komponen non-halal.
Contoh utamanya terlihat pada deteksi lemak babi dalam produk daging olahan menggunakan gas chromatography-mass spectrometry (GC-MS). Metabolit spesifik seperti linoleic acid dan 1,2-dilinoleoyl-sn-glycero-3-phosphocholine berfungsi sebagai penanda kontaminasi (Aini et al., 2023).
BACA JUGA:Sidak Pasar, Forkopimda Kota Pantau Harga Bahan Pokok Hingga Cek Takaran Minyak Kita
Pada penelitian Windarsih et al. (2024), pendekatan untargeted metabolomics dengan liquid chromatography-high resolution mass spectrometry (LC-HRMS) berhasil mengidentifikasi 0,1% kontaminasi daging anjing atau babi dalam daging sapi. Ini diketahui melalui pola metabolit unik seperti acetyl-l-carnitine dan hypoxanthine.
Pada produk olahan seperti bakso, metabolomik mengatasi kelemahan metode PCR yang gagal mendeteksi daging babi terdegradasi akibat proses pemanasan. Studi oleh Windarsih et al. (2024) juga membuktikan LC-HRMS mampu mengungkap 35 penanda metabolit pada bakso sapi yang dicampur 20% daging babi, termasuk linoleic acid dan prolylleucine secara akurat.
Teknik ini juga membedakan ayam disembelih halal vs nonhalal melalui konsentrasi linolenic acid 63% lebih tinggi pada ayam halal. Ini sebagai dampak proses penyembelihan syar'i yang memengaruhi metabolisme jaringan.
Implementasi teknologi ini sejalan dengan target SDGs poin 2 (ketahanan pangan) dan 12 (konsumsi bertanggung jawab). Serta memperkuat visi Indonesia sebagai pusat industri halal global.
BACA JUGA:Dua Rumah Karaoke di Mojokerto Nekat Buka Saat Ramadan
Namun, diperlukan standardisasi metode melalui kolaborasi lembaga seperti LPPOM MUI, Badan POM, maupun lembaga penelitian dan pendidikan di Indonesia. Hal ini untuk mengembangkan basis data metabolit penanda halal yang komprehensif, memperkuat logistik halal, serta meningkatkan literasi masyarakat.
Selain itu, program Belanja di Indonesia Aja (BINA) Lebaran 2025 yang menargetkan transaksi Rp30 triliun perlu diimbangi dengan sistem deteksi cepat berbasis metabolomik guna memastikan kehalalan produk UMKM. Dengan potensi pasar halal global sebesar USD 1.600 miliar, integrasi teknologi ini dapat menjadi kunci untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045 sebagai episentrum halal dunia, sekaligus melindungi 231 juta muslim Indonesia dari konsumsi non-halal yang berdampak pada kesehatan jasmani dan rohani.
Sumber: