Alami PHK Tanpa Pesangon, Buruh Pabrik Tepung Mojokerto Wadul Dewan

DPRD Kabupaten Mojokerto saat menggelar RDP dengan parah buruh. -Foto : Fio Atmaja-
Mojokerto, Diswaymojokerto.id – Sebanyak 10 buruh PT Alu Aksara Pratama mengadu ke Komisi IV DPRD Kabupaten Mojokerto karena diduga mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak tanpa pesangon.
Para buruh yang didampingi oleh Serikat Buruh Bersama Rakyat Bergerak (Skobar) menyampaikan aspirasi mereka dalam rapat dengar pendapat (RDP) di gedung dewan, Rabu, 18 Juni 2025.
"Kami dari perwakilan serikat buruh melakukan hearing untuk meluruskan aturan soal PHK yang kami nilai tidak sesuai hukum," ujar Ketua Skobar, Khusnul Fasihin, usai RDP.
Khusnul menyebut para buruh menerima surat PHK tanpa ada perundingan atau kesepakatan. Bahkan, surat pemecatan dikirim melalui jasa kurir paket, yang menurutnya tidak sesuai prosedur dalam undang-undang ketenagakerjaan.
BACA JUGA:Angkutan AKDP Mojokerto–Batu via Cangar Belum Beroperasi Lagi Pasca Dibuka Kembali
BACA JUGA:614 Sopir Truk di Mojokerto Dapat Teguran Selama Sosialisasi Larangan ODOL
“Pesangon tidak ada, surat dikirim via JNE, tanpa tata cara pembayaran, semua tidak sesuai aturan,” ungkapnya.
Para buruh juga mengaku sempat ditawari uang kompensasi Rp 38 juta, padahal menurut perhitungan berdasarkan masa kerja hingga 22 tahun, mereka seharusnya menerima sekitar Rp 80 juta.
Sayangnya, dalam RDP tersebut, pihak PT Alu Aksara Pratama tidak hadir, yang membuat para buruh kecewa dan merasa diabaikan.
Khusnul menduga absennya perusahaan bukan sekadar kebetulan, melainkan disengaja untuk menghindari tanggung jawab.
“Ada dugaan mereka sengaja tidak datang karena ada hal yang ingin disembunyikan,” ujarnya.
Ia menegaskan, jika pada pertemuan selanjutnya pihak perusahaan kembali tidak hadir, mereka meminta Komisi IV DPRD untuk melakukan inspeksi langsung (sidak) ke perusahaan.
Buruh PT Alu Aksara Pratama wadul ke DPRD Kabupaten Mojokerto-Foto : Fio Atmaja-
Khusnul menambahkan, alasan PHK seharusnya berdasarkan efisiensi perusahaan, bukan pelanggaran indisipliner seperti yang dicantumkan perusahaan.
Sumber: