Di Balik Pemilihan Kucing ‘Condromowo’ Sebagai Maskot Kota Mojokerto Dalam PORPROV JATIM VIII/2023
Rupa Reka ‘Cak Condro’-Dok-
Oleh : Rakhmad Saiful Ramadhani *
Pekan Olahraga Provinsi Jawa Timur (PORPROV JATIM) Tahun 2023 dilaksanakan di 4 kabupaten/kota. Yaitu Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, dan Kabupaten Jombang, selama 8 hari, mukai tanggal 9 - 16 September 2023.
Porprov Jatim VIII/2023 menjadi ajang yang sangat baik untuk mengembangkan kemampuan atlet dan bakat atlet masyarakat Jawa Timur. Selain itu, turnamen tersebut juga akan menjadi ajang untuk membangun kekompakan dan meningkatkan sportifitas antar atlet dan pecinta olahraga di provinsi tersebut.
Acara ini juga akan menciptakan sebuah platform untuk meningkatkan solidaritas dan meningkatkan sportivitas di antara para atlet dan penggemar olahraga. Kota Mojokerto terpilih sebagai salah satu “Tuan Rumah” Porpov Jatim ke-8 tahun 2023.
Ada 10 cabang olahraga yang dipertandingkan, antara lain billiard, e-sport, jembatan rotan, wushu. Selain itu sepak takraw, olahraga dansa, muaythai, kurash, gateball, dan jujitsu.
Pemkot Mojokerto mempersiapkan berbagai kebutuhan penyelenggaraan kompetisi olahraga dua tahunan itu. Tempat pertandingan disebar di beberapa lokasi yang telah disiapkan sebagai venue, antara lain Mojopahit Art Gorge, MP Lantai 4 Gajah Mada, Gelora Ahmad Yani, Sunrise Mall, Mojo Indah Plaza, dan Hotel De Resort.
Kota Mojokerto berhasil menduduku di urutan ke 16 dengan perolehan 18 medali Emas, 13 Perak, dan 25 Perunggu, dari total 123 medali.
Di setiap even olahraga, selalu kita jumpai maskot Olahraga. Maskot bisa menjadi simbol dari event itu sendiri sesuai dengan tema dan semangat olahraga yang menjunjung tinggi sportivitas.
Maskot dapat memberikan pesona daerah yang merupakan bagian dari Indonesia yang kaya sumber daya alam. Maskot dapat menjadi salah salah satu faktor pendukung kesuksesan sebuah perhelatan besar.
Selain itu, maskot juga menjadi salah satu hal yang akan membuat orang mengingat sebuah event yang merupakan bagian dari sejarah. Di sinilah peran penting sebuah maskot dengan sifat dan karakteristiknya yang unik.
Hal itu karena maskot sengaja didesain untuk promosi sebuah ajang yang dapat menghibur penonton.
Maskot olahraga memiliki beberapa peran penting. Antara lain sebagai pengenal suatu tim atau event, dapat memicu semangat dan dukungan dari penonton, serta dapat meningkatkan daya tarik suatu event atau pertandingan.
Selain itu, maskot juga dapat menjadi sarana periklanan yang efektif untuk menjual merchandise dan produk yang disponsori. , Maskot juga magnet bagi minat masyarakat dan media terhadap suatu acara atau pertandingan.
Menurut Wheeler (2009:46), Maskot adalah kepribadian dari suatu merek berupa karakter tertentu dengan fitur dan karakteristik yang mewakili merek tersebut. Maskot dapat menjadi sarana komunikasi sekaligus alat diferensiasi, yang dapat menjadi media iklan yang efektif dalam jangka pendek dalam konteks “kesadaran” dan dalam jangka panjang dalam konteks “kesetiaan”.
Maskot yang efektif adalah maskot yang mampu menggambarkan filosofi, menyampaikan citra visi dan misi, serta menjadi bagian dari penonton.
Dalam melakukan curah gagasan untuk menentukan maskot yang sesuai dengan karakter Mojokerto, penulis bersama anggota Dewan Kebudayaan (DKD) Kota Mojokerto. Anggita DKD yang membantu melakukan kajian dalam penyusunan Maskot PORPROV JATIM tahun 2023, diantaranya adalah ;
1. Drs, Wuliyono, M.S.i ., Sekretaris DKD adalah Pakar di bidang Kebijakan Publik & Tata Pemerintahan.
2. L. Hari Prastowo, SE, Ketua Bidang Pelestarian Budaya DKD, sebagai Pakar di bidang Seni & Budaya
3. Ayuhanafiq, S.Sos, Ketua Bidang Kajian Budaya, sebagai Pakar di bidang Kesejarahan Mojokerto.
4. Nugraha, anggota DKD sebagai Seniman, & Perupa Mojokerto
Pada curah gagasan yang pertama, kita melakukan Focus Group Discussion (FGD). FGD untuk mencari dan menentukan hewan apa yang layak untuk dijadikan sebagai Maskot Kota Mojokerto dalam Gelaran Pekan Olahraga provinsi Jawa Timur tahun 2023.
Dasar pembahasan mengacu pada konsep “Spirit Endemik” - sebuah istilah yang menunjukkan bagaimana upaya dalam mengkaji dan merumuskan maskot dengan berbasis hewan asli yang mampu menjadi ikon dan karakter identitas sebuah daerah.
Secara wilayah, Kota Mojokerto dilewati sungai-sungai yang melintasi Kota Mojokerto. Sungai yang melintasi Kota Mojokerto yaitu Sungai Brantas, Sungai Brangkal, Sungai Sadar, Sungai Cemporat, dan Sungai Ngotok.
Beberapa ikan endemik yang hidup di Sungai Brantas di antaranya, ikan Bader, Tawes, Wader, Nila, Jendil, Rengkik atau Baung, dan ikan Sili. Khusus Ikan Rengkik atau Baung, pernah diusulkan menjadi ikon hewan khas kota Mojokerto.
Hal itu karena Ikan Rengkik memiliki potensi ekonomi bagi masyarakat kota. Namun sangat disayangkan ketika keberadaan ikan khas endemik sungai Brantas makin langka dan sulit untuk diberdayakan, sehingga sangat sulit untuk dijadikan maskot.
Kondisi ini tidak seperti wilayah lain yang memiliki hewan khas yang begitu dikenal, seperti Anoa di Sulawesi, Orangutan di Kalimantan, Cendrawasih di Papua. Sehingga proses pemilihan hewan sebagai maskot yang ada di Kota Mojokerto cukup sulit.
Spirit Endemik berikutnya, kita mencoba menggali melalui warisan budaya sejarah Majapahit. Hal itu karena Mojokerto, baik kota maupun wilayah kabupaten, merupakan bekas Ibu Kota Kerajaan besar yang pernah ada di nusantara.
Hewan pertama yang dibahas adalah kuda, yang mengacu pada majapahit yang identik dengan Ronggolawe. Tetapi, ternyata sudah dipakai sebagai maskot oleh kabupaten Tuban dan Lumajang.
Selanjutnya hewan ‘Kebo’, atau kerbau yang ternyata sudah dipakai oleh Banyuwangi, Turangga yang diidentikkan seperti Ronggolawe, atau sebagai karakter ksatria - kalau di jaman Kerajaan Mataram mirip Aryo Penangsang yang juga digambarkan seperti kuda. Karakternya yang gagah, gesit, dan Tangguh.
Tunggangan Aryo Penangsang itu bernama Gagak Rimang. Dari sisi historis, nama hewan di zaman Majapahit itu disebut sebagai nama unsur kesatuan.
Mulai dari Ronggo, Kebo, Mahesa, Gajah, dipakai untuk menunjukkan golongan kesatuan tersebut. Semakin besar hewan yang dipakai, maka semakin tinggi pangkat dan golongan kesatuan tersebut.
Hewan yang ada di era Majapahit juga sudah dipakai oleh daerah lain. Untuk itu, diperlukan pandangan lain terkait hewan apa yang memungkinkan untuk dijadikan maskot yang mampu menjadi representasi identitas dan karakter suatu daerah.
Yang paling dekat , secara historis, yang akrab dengan masyarakat maka bisa disebut hewan “kucing” yang layak untuk diajukan sebagai maskot. Kucing juga layak untuk dikembangkan secara narasi historis filosofis, alasannya karena tampilan secara fisik bisa paling keren.
Ekspresi figur seorang atlet yang bertanding justru sangat terlihat melalui figur kucing, karena kucing itu lincah gesit. Apalagi dari sisi kepercayaan masyarajat, kucing juga sebagai hewan kesayangan nabi.
Idiom kucing juga dipakai oleh Kiai Munasir dengan Batalyon Condromowo. Juga ada Batalyon Kucing Hitam.
Secara historis, kucing sangat berperan luas sebagai simbol dalam peperangan dalam meraih kemerdekaan di wilayah Mojokerto. Dari diskusi yang intens diantara para pakar dari Dewan Kebudayaan Daerah, akhirnya disepakati untuk memilih kucing sebagai Maskot Kota Mojokerto dalam Gelaran Pekan Olahraga Provinsi Jawa Timur Tahun 2023.
Untuk itu, mulai dibuat Maskot Kucing Condromowo sebagai Maskot Kota Mojokerto, dengan gambaran Seekor kucing yang disebut “Cak Condro”. ‘Cak Condro’ mengenakan Ikat Sambang, yang merupakan blangkon khas Kota Mojokerto.
Kemudian Cak Condro mengenakan kalung bermotif Surya Mojopahit. Hal tersebut mengingatkan kepada khalayak bahwa Kota Mojokerto secara historis merupakan bagian dari wilayah Kotaraja Majapahit.
Dan Surya Majapahit konon merupakan lambang yang diyakini sebagai simbol kerajaan Majapahit. Simbol ini yang dari bentuk lingkaran memiliki delapan arah semburat sinar matahari atau juga disebut sebagai delapan penjuru arah mata angin.
Selanjutnya di bagian celana, Cak Condro mengenakan Kain Sembong. Ini sebagai kelengkapan tata busana yang berupa kain panjang yang dikenakan secara khas, sesuai dengan budaya daerah masing-masing.
Di luar celana, mulai dari pinggang hingga sebatas paha, ada lipatan semacam dasi di bagian depan. Dasi ini bermotif Sulir Gringsing, yang secara simbolik mempunyai makna filosofi sebagai ungkapan doa dan harapan kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar dihindarkan dari pengaruh buruk dan kehampaan.
Cak Condro yang digambarkan sebagai kucing jenis condromowo atau kucing telon, yang terdiri dari tiga macam yang umumnya warna merah (cenderung oranye), kuning, dan hitam. Namun sebenarnya ada satu warna dasar yang tidak menjadi perhatian masyarakat pada umumnya, adalah warna putih yang biasanya ada di bagian perut atau lambung.
Sehingga dengan demikian warna kucing condromowo atau kucing telon itu sebenarnya adalah memiliki empat warna. Empat warna tersebut menurut masyarakat jawa adalah menunjuk pada nafsu manusia berjumlah empat.
Cak Condro digambarkan memakai Sabuk Othok atau Sabuk Wala. Dalam perspektif kehidupan masyarakat Jawa secara filosofi dapat diterjemahkan sebagai berikut:
- Pemakai Sabuk Othok adalah figur yang sangat percaya diri,karena memiliki kemampuan spiritual maupun fisik yang melebihi orang lain, menjadi sosok yang sangat disegani di lingkungannya.
- Sebagai lambang status sosial atau strata. Dalam masyarakat Jawa di jamannya, bahwa si pemakai Sabuk Othok adalah seorang yang memiliki posisi atau kedudukan yang tinggi dan dihormati dalam satu kelompok masyarakat. Apalagi bahan sabuk tersebut terbuat dari bahan yang mahal. Misal, terbuat dari kulit buaya, kulit harimau dan seterusnya. Serta timangan yang berbahan emas dan berhias batu permata atau sejenisnya, akan semakin mengangkat status sosial orang tersebut.
Tampilan Cak Condro yang secara anatomi fisik atletis merupakan sebuah visualisasi yang mencerminkan bahwa Cak Condro adalah seekor kucing yang sporty. Artinya bahwa Cak Condro mempunyai lifestyle yang sehat, karena rajin berolahraga. Dalam kehidupan sehari-hari Cak Condro selalu menerapkan sebuah motto ‘Tiada Hari Tanpa Olahraga’. (*)
*Penulis adalah Dosen Komunikasi Dan Kearifan Lokal pada Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UNIM
Sumber: