Selama Tahun 2023, Ada 44 Kasus Kekerasan Anak di Kabupaten Mojokerto
Kantor DP2KBP2 Kabupaten Mojokerto- Fio Atmaja-
Mojokerto, mojokerto.disway.id - Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (DP2KBP2) mencatat selama 2023 tercatat ada 44 kasus kekerasan pada anak - anak.
"Kebanyakan korbannya adalah anak perempuan, tahun ini kami akan lebih intensif menekan angka kasus tersebut. Terlebih, ada 44 anak menjadi korban kekerasan seksual hingga penganiayaan dalam kurun setahun terakhir," ucap Kabid Perlindungan Anak DP2KBP2 Kabupaten Mojokerto, Ani Widyastuti, Selasa (23/1/2024).
Ani menjelaskan, kasus menimpa anak didominasi kekerasan seksual dengan korban terbanyak anak perempuan, yakni sebanyak 20 kasus.
Di posisi kedua kekerasan secara fisik sebanyak 13 kasus. Ketiga kekerasan secara psikis yang dialami anak di bawah umur, ada 6 kasus, penelantaran ada 3, dan lainnya ada 2.
"Total ada 44 kekerasan dan semua korbannya anak. Paling banyak kekerasan seksual, kekerasan fisik dan kekerasan psikis," bebernya.
Setidaknya ada dua kecamatan di Mojokerto yang paling banyak terjadi kekerasan pada anak yakni, di Kecamatan Pungging dan Kecamatan Dlanggu, dengan masing-masing tujuh kasus.
Kemudian masing-masing 4 kasus kekerasan anak di Kecamatan Puri, Kecamatan Sooko, Kecamatan Gedeg
"Tahun ini kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk fokuskan untuk kecamatan yang banyak adanya tindakan kekerasan anak," ujarnya.
Pihaknya mengimbau agar korban kekerasan diharapkan pernah takut untuk melapor ke DP2KBP2 Kabupaten Mojokerto.
Korban dapat melaporkan via media sosial Instagram maupun menghubungi kontak melalui WhatsApp Pusat Layanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Mojokerto di nomor 0858-6047-0510.
"Kami mendorong korban agar tidak takut melaporkan kepada kami. Sebenarnya anak-anak juga kami sosialisasikan apabila terjadi kekerasan, jangan takut untuk melapor dan kami punya website yang bisa melaporkan secara online," tambahnya.
Selain itu, pihaknya juga secara masif mensosialisasikan terus dilakukan untuk menekan angka kekerasan terhadap anak terutama untuk siswa/siswi di sekolah-sekolah, dan pondok pesantren. (*)
Sumber: