Masjid Agung Darussalam Mojokerto, Perpaduan Arsitektur Majapahit dan Arabia
Masjid Madasa Mojokerto memiliki arsitektur campuran antara Majapahit dan Arabia. -Foto : Fio Atmaja-
Mojokerto, mojokerto.disway.id - Masjid Agung Darussalam, terletak di Jalan Raya Desa Gemekan, Sooko, Mojokerto, menjadi salah satu masjid dengan arsitektur unik menggabungkan gaya Majapahit dan Arabia dengan ornamen kaligrafi memukau.
Salah satu ciri khas masjid ini adalah menaranya bergaya timur tengah dan bedugnya diklaim terbesar di Indonesia, dengan diameter mencapai 225 cm dan panjang 3,5 meter.
Bedug monumental ini dipesan langsung dari pengrajin bedug di Cirebon dan membutuhkan waktu pengerjaan hingga dua tahun.
Masjid ini dimiliki Pemerintah Kabupaten Mojokerto dan dibangun oleh Bupati Kromodjojo Adinegoro III, dikenal dengan nama kecil Raden Ersadan, pada tahun 1893.
Meskipun menjadi saksi bisu perkembangan Islam di Mojokerto pada masa penjajahan Belanda, aktivitas peribadatan di masjid ini telah bergeser ke masjid baru dibangun di belakangnya sejak tahun 2018.
Pembangunan masjid baru, yang diberi nama Masjid Agung Darussalam (Madasa), dimulai setelah usulan dari Bupati Mojokerto, Achmady, pada tahun 2007.
Bedug di Masjid Madasa diklaim terbesar di Indonesia-Foto : Fio Atmaja-
Meskipun sebagian besar aktivitas peribadatan telah dialihkan ke masjid baru, bangunan masjid lama masih dipertahankan, sejumlah ornamen dan konstruksi bersejarah yang berusia 130 tahun.
Bangunan ini dirancang dengan pendekatan historis, agamis, teknis, dan ekonomis, dengan penggunaan unsur kayu pada ornamen pilar, dinding, dan pintu masjid.
Soko guru (empat tiang utama yang terdapat pada bagunan tradisional Jawa) menjadi salah satu instrumen dari bangunan masjid lama yang tetap dipertahankan.
Empat pilar kayu yang menjadi penyangga utama masjid lama kini dijadikan sebagai fasad dari Madasa. Ada dua kubah yang masing-masing disangga empat saka guru berlapis jati terbaik. Ukiran khas Jawa-Majapahitan itu terasa kian lengkap dengan perpaduan kaligrafi Arab.
Seperti simbol segi delapan Surya Majapahit dipadukan kaligrafi Allah. Pada bagian mighrob, menggunakan kiswah dan Al Mutazam. Selain itu, ornamen asli lainnya yang juga tetap difungsikan adalah mimbar.
Saat ini, tempat untuk khotbah tersebut ditempatkan di ruang utama masjid. Satu-satunya bagian dari bangunan masjid peninggalan Bupati Mojokerto Kromodjojo Adinegoro III yang tidak tersentuh pembongkaran adalah tempat wudu.
Bangunan dengan desain segi delapan ini masih berdiri di sisi depan masjid. Termasuk sumur tua yang berada di samping tempat wudhu.
Sumber: