Mere Jahe, Primadona Toga dari Jagalan, Kecamatan Kranggan Kota Mojokerto

Mere Jahe, Primadona Toga dari Jagalan, Kecamatan Kranggan Kota Mojokerto

Warga Jagalan Menanam Mere Jahe di Lingkungannya-Foto: istimewa-

Mojokerto, mojokerto.disway.id – Jahe Merah, dipilih oleh warga kelurahan Jagalan Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto, sebagai tanaman toga yang dibudidayakan, sebagai penanda kampung tematik. Jahe merah dipilih, selain banyak khasiatnya, harga jualnya lebih mahal dibanding jahe biasa. ‘’Kita ada kegiatan kampung tematik, ‘mere jahe’,’’ cerita Ketua Lembaga Perwakilan Masyarakat (LPM)  Kelurahan Jagalan, Sri Risma kepada Disway Mojokerto, Kamis(9/11/2023).

Ketika ditanya apa yang dimaksud dengan Mere Jahe tersebut, aktivis perempuan dari Kelurahan Jagalan ini menerangkan, kata Mere Jahe maksudnya adalah Jahe Merah, yang diplesetkan. ‘’Agar unik, mudah diingat, dan terkesan kekinian, maka kami plesetkan Jahe Merah menjadi Mere Jahe,’’ tutur Sri Risma.

Ia mengisahkan, di Jagalan sebenarnya sudah lam membudidayakan Mere Jahe. Hasilnya sudah sempat dinikmati warga di sana. Bahkan karena penanaman Mere Jahe, Jagalan sering menjadi juara jika diadakan lomba Tanaman Obat Keluarga (Toga). Selain dijual sebagai jahe segar, ada beberapa yang diolah menjadi serbuk jahe maupun dijual sebagai minuman jahe.

Pembudidayaan yang didukung penuh oleh jajaran Kelurahan Jagalan, ditanam di tiga tempat, masing-masing di RT2, RT 3 dan RW 3 Lingkungan Jagalan. Tempat penanaman diletakkan di halaman rumah kosong, rumah ketua RW dan di halaman belakang rumah warga yang bersedia.    

‘’Sebelum ada wabah covid lalu, kita sempat memanen. Karena ada badai covid tanaman ini tidak ada yang memelihara, akhirnya kering dan banyak yang mati. Sekarang kita mencoba menghidupkan kembali Mere Jahe di Jagalan, ‘’tutur Sri Risma. Untuk memulai penanaman saat ini lebih banyak ditanam di polybag.

Jika bisa kontinyu memanen Merek Jahe, kata Sri Risma, sebenarnya hasilnya cukup lumayan. Jahe merah segar bisa laku antara Rp 35 ribu hingga Rp 50 ribu per kilogram. Namun adakala saat panen melimpah harganya bisa sangat jatuh. ‘’Pernah kita membeli bibitnya sangat mahal, teryata waktu panen harganya jatuh,’’ungkap Sri Risma. Ia menyatakan semua anggaran didukung penuh oleh pihak kelurahan.

Sri Risma menyatakan, yang paling suit tentang Mere Jahe ini adalah pemasaran hasil panen. ‘’Hasil panen yang berlimpah, seringkali kita kesulitan memasarkannya,’’ kata Sri Risma. (*)

 

Sumber:

b