Jalan jalan cuan bersama Dahlan Iskan

‘’Waktu Itu Aku Bukan Kesurupan ’’ : Mereka yang Depresi Bawa ke Psikiater Bukan ke Dukun

‘’Waktu Itu Aku Bukan Kesurupan ’’ : Mereka yang Depresi Bawa ke Psikiater Bukan ke Dukun

Ilustrasi tekanan mental -Ilustrasi Pinterest -

Tekanan itu semakin berat. Gadis ini tumbuh menjadi remaja pemberontak. Apa saja nasehat orang tuanya tidak pernah ia hiraukan. Bersama kawan-kawannya ia sering pergi ke luar kota menggunakan sepeda motor sepulang sekolah. Masih untung, ia tidak terlibat penggunaan narkoba atau pergaulan bebas.

‘’Kuncinya sebenarnya saya ingin menunjukkan kemarahan saya pada papa. Namun beliau tidak paham, dan beliau juga tidak tahu kalau saya mengetahui perselingkuhannya,’’ paparnya. 

Sampai di satu titik Prameswari merasa seperti ada suara-suara yang selalu menyuruhnya untuk bunuh diri. Bahkan ia seringkali berharap ada orang yang membunuhnya. Ditambah lagi suara-suara itu mengajaknya untuk tidak bersekolah.

‘’Puncaknya adalah ketika eyang uti dan semua keluarga menuduh saya kesurupan,’’ ungkapnya tertawa terbahak-bahak. 


Buku harian Prameswari yang berisi coretan ingin bunuh diri atau ada yang membunuhnya-Foto : Elsa Fifajanti-

Ia menyampaikan,  beberapa kali orang tuanya membawa dirinya ke ‘orang pintar’. ‘’Pernah satu ketika saya dibawa ke sebuah pondok pesantren di Kediri. Di sana saya diberi berbagai amalan doa-doa supaya mahluk yang bersemayam di tubuh saya pergi,’’ ungkapnya.

Gadis yang kini berkarir sebagai jurnalis di sebuah media yang cukup ternama ini juga mengisahkan pernah dibawa ke laki-laki pintar. ‘’Di sana saya sampaikan ke orang pintar itu kalau saya tidak mau sembuh,’’ ungkapnya. 

Yang paling membuatnya menderita adalah suara-suara setiap menjelang maghrib. Saat itu pasti dia akan menyakiti dirinya sendiri, menjambak rambutnya sambil menangis meraung-raung. Hal seperti ini  frekuensinya semakin sering. Ketika dia berada di sekolah kadang hal seperti itu terjadi. Maka pihak sekolah mengizinkan dia tidak bersekolah selama beberapa bulan. 

‘’Ini yang membuat orang di sekeliling saya kehilangan diri saya dan merasa sedih serta ketakutan. Mama mengambil cuti panjang, dan papa lebih banyak di rumah, tidak lagi melolototi ponselnya tetapi lebih banyak membersamai saya,’’ ungkapnya.


Buku harian Prameswari di lembar yang lain merasa tidak berguna-Foto : Elsa Fifajanti-

Sembari berkisah itu, Prameswari menunjukkan buku harian saat dia mengalami tekanan jiwa itu. Coretan-coretannya mengungkapkan keinginannya untuk mengakhiri hidup, keinginan untuk dibunuh.  ‘’Saat itu saya merasa tidak memiliki harapan dan tidak tahu harus kemana,’’ ungkapnya.

Karena perilakunya yang selalu berulang setiap maghrib dan menjelang malam, maka orang-orang di sekitarnya memvonisnya ‘’kesurupan’’ atau tubuhnya telah dimasuki sesuatu yang ghoib. 

‘’Inilah masyarakat kita. Yang masih sangat percaya dengan hal-hal ghoib meski itu sebenarnya menyangkut kesehatan jiwa atau kesehatan mental. Seseorang yang dulu ceria, tiba-tiba berubah lebih banyak melamun atau sering menyendiri harus segera ditanya kenapa, mengapa,’’papar Prameswari.

BACA JUGA:Hujan Disertai Angin Kencang Terjang Pacet Mojokerto, Sejumlah Rumah Rusak

BACA JUGA:Tumpukan Dumping Diduga Limbah B3 Slag Aluminium Ditemukan di Pungging Mojokerto, Keluarkan Bau Menyengat

Sumber: