Jalan jalan cuan bersama Dahlan Iskan

Kejahatan Rekening Bansos Fiktif, Siapa yang Mampu Mengorganisir?

Kejahatan Rekening Bansos Fiktif, Siapa yang Mampu Mengorganisir?

La Nyalla Mattaliti anggota DPD RI dari daerah pemilihan Jatim-Foto : Dok. Pribadi-

Oleh: AA LaNyalla Mahmud Mattalitti *)

Belum lama ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengumumkan 10 juta rekening dormant yang menerima bantuan sosial (bansos). Kemudian PPATK kembali mengumumkan 571.410 data penerima bansos terindikasi terlibat pinjol, judol, bisnis narotika, dan terorisme. 

Ini tentu mengagetkan kita semua. Terutama terkait dengan penerima bansos fiktif. Karena rekening penerima bansos diduga kuat tidak memiliki pemilik yang sebenarnya (fiktif) atau dormant. Tetapi lebih aneh lagi: rekening tersebut banyak yang aktif. Terjadi penarikan setelah dana bansos masuk. 

Menurut PPATK, rekening-rekening tersebut hanya digunakan untuk menampung dana bansos. kemudian ditarik oleh pihak-pihak yang tidak berhak. Artinya, ada pihak tertentu yang mengendalikan rekening-rekening tersebut.

Artinya, ada uang triliunan rupiah yang dikumpulkan dari jutaan rekening fiktif tersebut selama periode bansos dikucurkan. Terutama dari temuan PPATK yang menunjukkan adanya anomali data penerima bansos dari tahun ke tahun. 

Pertanyaannya siapa yang mampu mengorganisir dan melakukan kejahatan dengan modus operandi sistem penerima bansos fiktif itu? 

BACA JUGA:Bekas Stasiun Lespadangan, Saksi Bisu Jalur Kereta Api Zaman Belanda di Mojokerto

BACA JUGA:Mengingat Puli, Jajanan Tradisional yang Membuat Rindu

Mulai dari penyiapan rekening. Input data penerima. Penarikan atau pemindahan uang masuk, dan seterusnya? Tentu bukan perorangan. Pasti melibatkan sindikasi yang terstruktur dan sistematis. Dan yang pasti punya akses ke perbankan dan sistem input data di Kementerian.    

Jika kita lihat angka yang digelontorkan APBN untuk semua jenis bantuan sosial atau perlindungan sosial, sejak tahun 2014 hingga 2024, lintas kementerian sangatlah besar. Sebagai contoh, APBN tahun 2024. Pemerintah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial (perlinsos) dalam RAPBN 2024 sebesar Rp.493,5 triliun. Angka ini meningkat 12,4% dari tahun sebelumnya.

Secara total selama 10 tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo, sejak tahun 2014 hingga 2024, belanja perlindungan sosial oleh pemerintah telah mencapai angka  yang hampir menyentuh Rp4.000 triliun.

Bayangkan jika sejak saat itu telah terjadi modus penyimpangan yang disengaja oleh sindikat bansos fiktif, berapa nilai kerugian negara?

Misalkan saja, mereka berhasil membajak 10 persen dari Rp.4000 triliun. Artinya uang yang dicuri mencapai Rp.400 triliun dalam 10 tahun. Per tahun Rp.40 triliun. Jika uang Rp.40 triliun setahun itu digunakan untuk memberi tambahan gaji guru honorer setiap bulan Rp.2 juta = satu tahun Rp.24 juta. Maka akan dapat membiayai 1,6 juta guru honorer dalam satu tahun.

Jadi, sekali lagi, siapa sebenarnya mereka yang mampu mengorganisir secara sistematis dan terstruktur kejahatan yang sangat jahat ini? 

Sumber:

b